Selasa, 20 September 2011

Merapi Tak Pernah Ingkar Janji



Pada tanggal 27 Oktober 2010 sebuah peristiwa yang mengawali sejarah terjadi. Gunung Merapi meletus dengan tiada henti-hentinya. Peristiwa ini membuat tidak hanya masyarakat lokal panik, namun dampaknya sampai ke tingkat nasional.  Seminggu berlalu namun kondisi tak kunjung membaik, justru semakin parah dengan adanya wedhus gembel yang mencapai radius 15 km dari puncak Merapi.
Pada tanggal 3 November 2010, akhirnya Bumi Merto merasakan hujan abu vulkanik. Peristiwa itu membuka hatiku untuk peduli kepada mereka yang menjadi korban. Jika Seminari yang berjarak 25 km saja merasakan hujan abu, bagaimana dengan warga yang berada dalam radius 0-15 km? Lalu, apa yang bisa kulakukan untuk mereka?
Tidak lama setelah itu Seminari Mertoyudan akhirnya membuka posko Peduli Merapi. Dalam waktu sebentar saja, sudah banyak bantuan logistik yang masuk ke gudang posko, bahkan bantuan dari Jakarta dan sekitarnya. Aku bersyukur bisa terlibat dalam kegiatan sosial ini. Memang apa yang kulakukan tidaklah sebesar apa yang telah dilakukan oleh tim SAR maupun para relawan yang terjun langsung di lokasi, namun aku senang bisa membantu mereka yang kesulitan dengan segala yang aku punya.
Situasi saat itu memang mencekam. Gempa vulkanik dapat dirasakan sampai radius 25-30 km dan membuat kaca-kaca bergetar. Hujan abu tiada henti-hentinya dan matahari pun sulit menampakkan sinarnya. Ada apa dengan ini semua? Mengapa kejadian ini terjadi di Indonesia yang terkenal dengan ketaatan beragamanya?
Bencana adalah bagian dari siklus peradaban manusia, termasuk pergeseran lempeng-lempeng bumi. Adanya bentuk bumi seperti sekarang bila kita telusuri lebih lanjut juga disebabkan karena adanya pergeseran lempeng-lempeng bumi. Namun, mengapa Indonesia menjadi bangsa yang paling sering terkena bencana dan dampaknya sampai pada level yang buruk seperti ini?
Sebagai umat beriman, kita perlu melihatnya dalam kacamata refleksi, tidak hanya di permukaan saja. Mengapa Tuhan “menganugerahkan” kita bencana-bencana? Mengapa Tuhan membiarkan Merapi meletus begitu dashyat? Itu karena Dia mencintai umat-Nya tanpa batas. Bila kita mau melihat apa yang terjadi saat Merapi meletus, kita akan melihat sebuah keajaiban dunia. Seluruh masyarakat Indonesia saling bahu-membahu memberikan bantuan kepada siapapun yang menjadi korban, tidak lagi mementingkan agama, suku, ras, atau apapun. Inilah poin refleksi yang ingin disampaikan, bahwa bencana menyatukan dunia.
Sudah sepantasnya kita pun bersyukur atas kejadian yang bencana yang telah terjadi. Kita bisa melihat wajah Tuhan yang tercermin dari setiap peluh yang keluar dari kening para korban maupun para relawan. Letusan-letusan magma menjadi letusan-letusan kasih yang membangkitkan kesadaran manusia yang semakin lama tergerus dengan budaya modern.
Bila kita mengimani Tuhan sebagai Pencipta alam semesta, biarlah Dia berbuat apapun yang dikehendaki-Nya. Dia tidak akan memberikan keburukan pada umat ciptaan-Nya karena Dia adalah sumber kasih sejati. Sebagai manusia biasa kita hanya bisa berdoa, bersyukur, dan berusaha. Dia telah melengkapi janji-Nya untuk selalu setia pada manusia, entah lewat kebaikan atau lewat bencana, termasuk bencana Merapi karena Merapi tak pernah ingkar janji.
Aku berdoa bagi mereka yang terkena dampak letusan gunung Merapi. Semoga Tuhan selalu menyertai mereka dan semoga mereka selalu mampu untuk berkata “Karsa Dalem Kalampahana”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar