Selasa, 20 September 2011

Yang Kecil Yang Ditinggikan




Sebuah Moment Besar
Peristiwa lahirnya Yesus Kristus merupakan sebuah titik balik peradaban manusia di dunia. Peristiwa itu menjadi awal terbentuknya Gereja yang mengimani Yesus sebagai Sang Sabda yang telah menjadi manusia (bdk. Yoh 1:1). Peristiwa itu telah menarik lebih dari 2 milyar orang di seluruh dunia untuk mengikuti ajaran-Nya, lebih dari 30% dari total penduduk dunia.[1] Peristiwa itulah yang sekarang kita kenal sebagai Natal.
Sebagai seorang anak kecil, datangnya Natal selalu ditunggu-tunggu. Mengapa begitu? Karena ketika Natal tiba akan mendapatkan sesuatu yang baru, seperti baju baru, mainan baru dan barang-barang lain yang serba baru. Bagi aktivis gereja, Natal mungkin identik dengan kegiatan luar biasa yang memungkinkan untuk terlibat di dalamnya. Gereja menjadi tempat untuk mengekspresikan diri.
Bagaimana dengan pelaku bisnis? Bagi pebisnis biro perjalanan misalnya, Natal dikaitkan dengan ramainya perjalanan wisata. Banyak orang yang melakukan ziarah atau wisata rohani ke berbagai tempat. Ada lagi perusahaan yang memaknai Natal sebagai ajang untuk menebar diskon. Natal menjadi waktu yang tepat untuk mendapatkan konsumen sebanyak-banyaknya. Lain lagi dengan para pekerja. Para pekerja (buruh) mungkin saja memaknai Natal dengan Tunjangan Hari Raya (THR). Maka Natal memberi makna yang berbeda untuk orang yang berbeda.
Peristiwa Natal membawa kita pada peristiwa kesederhanaan, di mana Tuhan mau merendahkan diri sama seperti manusia, bahkah lebih rendah dari itu. Kita perlu mengingat peristiwa Natal yang pertama di mana Yesus dilahirkan bukan di tempat istimewa namun  Yesus lahir di tempat hina, kandang Betlehem pada tahun 5 atau 4 sebelum masehi.[2] Baik Matius maupun Lukas menegaskan bahwa Yesus lahir di Betlehem, sebuah kampung kecil di selatan Yerusalem. Matius mengisyaratkan bahwa Betlehem merupakan tempat tinggal Maria dan Yusuf yang sebenarnya, tetapi pasangan tersebut kemudian berpindah ke Nazaret. Namun, Lukas menyatakan bahwa pasangan tersebut tinggal di Nazaret, tetapi pergi ke Betlehem karena sensus yang diadakan tidak lama menjelang Maria melahirkan.[3]
Peristiwa Natal adalah sebuah moment besar yang diakui sebagai sebuah titik pijak umat Kristen di dunia. Natal mempunyai banyak makna yang tersirat di dalamnya. Orang-orang di berbagai belahan dunia selalu memilih tempat terbaik untuk kelahiran anaknya. Mungkin saja di kota terkenal, dokter ternama, rumah sakit bergengsi, dan hotel— penginapan berkelas. Tetapi ketika Yesus Kristus -Anak Allah- lahir semua itu tidak kita jumpai. Sejarah mencatat, tidak ada tempat yang lebih hina dari tempat kelahiran Juruselamat. Dia lahir di tempat yang tak terduga. Tempat yang tidak pantas untuk lahirnya Raja di atas segala raja. Namun, semua terjadi seperti nubuat Nabi Mikha. “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” (Mika 5:1).[4]
Hal yang menarik dalam kesederhanaan Natal yakni membuat manusia yang hina jadi mulia. Paulus menuliskannya kepada jemaat di Korintus. “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2 Kor. 8:9). Dampak Natal menjadi luar biasa bagi mereka yang memercayainya, terlebih kepada Pribadi yang berada di dalamnya. Pribadi itu tiada lain Yesus Kristus sendiri.
Ruminansia yang spesial
Dalam memaknai Natal, kita dapat melihatnya dari berbagai macam peristiwa dalam kelahiran Yesus sendiri. Tentu kita mengenal berbagai macam hal yang berkaitan dengan misteri besar penyelamatan Allah, seperti Gembala, Tiga Majus dari timur, Maria, Yosef dan lain sebagainya. Kita juga bisa melihat sebuah peran yang mungkin jarang sekali diperhatikan dalam peristiwa natal itu sendiri, yaitu domba.
Domba atau biri-biri adalah ruminansia dengan rambut tebal dan dikenal orang banyak karena dipelihara untuk dimanfaatkan rambut (disebut wol), daging, dan susunya.[5] Dalam ritus Gereja, kita sering mendengar ungkapan Agnus Dei yang berarti Domba Allah (=Latin). Ada apa dengan Agnus (domba) ?
Domba menjadi  simbol yang seringkali muncul dalam perikop-perikop Kitab Suci, termasuk ketika Yesus lahir di kandang domba. Lihatlah bagaimana Tuhan merencanakan segalanya. Kelahiran Yesus disaksikan oleh domba, sebuah cerminan akan diri-Nya sendiri yang nantinya akan menjadi Anak Domba Allah yang menebus dunia yaitu ketika Yesus mati di kayu salib.
Dalam perkembangannya, Yesus sangat sering memberikan perumpamaan tentang domba, baik perumpamaan domba yang hilang, domba di tengah serigala, maupun perumpamaan-perumpamaan lain yang berkaitan dengan domba. Nampaknya, hal ini dapat ditarik sampai kepada awal masa Perjanjian Lama. Pada zaman nenek moyang Israel, Seekor anak domba jantan yang tidak bercela dan berumur setahun merupakan kurban yang berkenan kepada Allah (lih: Kel 12) waktu umat Israel keluar dari Mesir.[6] Pada masa Perjanjian Lama, domba juga dipakai sebagai korban persembahan bagi Tuhan (bdk. Imamat 9: 3). Hal ini menjadi sumber di mana nantinya Yesus sendiri dilambangkan sebagai Anak Domba yang dikorbankan demi penghapusan dosa manusia.
Tradisi kuno anak domba Paskah juga mengilhami umat Kristiani untuk menyajikan daging anak domba sebagai hidangan populer pada masa Paskah. Hingga sekarang, daging anak domba disajikan sebagai menu utama Minggu Paskah di berbagai daerah di Eropa timur. Tetapi, seringkali bentuk-bentuk anak domba kecil terbuat dari mentega, roti atau pun gula-gula menggantikan sajian daging anak domba, dan menjadi hidangan utama jamuan Paskah.[7]
Domba sangat identik dengan gembala. Kedua hal ini tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Pada masa Perjanjian lama, ungkapan domba-gembala pun telah digunakan. Mazmur 23 —Tuhan, gembalaku yang baik— adalah salah satu bukti bahwa pada masa itu, umat Israel juga menganalogikan dirinya sebagai domba yang dikasihi Gembala Agung, yakni Tuhan sendiri.  Kiasan domba digunakan juga bagi umat beriman sesuai dengan peranan Yesus sebagai Gembala Baik (bdk. Yoh 10).
Domba = Penyelamat Dunia
Sebagai Anak Domba yang dikorbankan demi pengampunan dosa, Yesus pun tidak luput dari gelar Sang Penyelamat. Yesus adalah penyelamat sebagaimana sudah dikatakan pada kelahiran-Nya di Betlehem (Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud - Luk 2:11). Kata menyelamatkan sendiri dipakai oleh Lukas dalam Injilnya sebanyak 18 kali dan 18 kali lagi dalam Kitab Para Rasul. Yesus adalah pernyataan dan perwujudan dari keselamatan Allah sendiri.[8] Anak Domba menjadi simbol keselamatan dalam rangka mewartakan Kerajaan Allah untuk orang-orang kecil, lemah, miskin dan tertindas (KLMT).
Perumpamaan domba yang hilang (Luk 15:1-7) adalah perumpamaan yang menarik bagi kehidupan umat beriman. Perumpamaan itu mau menggambarkan sifat manusia yang seringkali keluar dari jalur dan melupakan Sang Gembala Agung. Di sini Yesus mau menyampaikan bahwa Dia sendiri, sebagai Sang Gembala Agung tidak segan-segan untuk meninggalkan sembilah puluh sembilan domba yang benar dan mencari satu domba yang hilang. Tuhan ingin menyatakan Kasih-Nya tidak hanya kepada orang benar tapi justru kepada orang-orang yang tidak benar, yang tersesat.
Yesus berkata kepada para pendengar-Nya secara langsung: Siapa di antara kamu…(Luk 15:4). Apa yang Ia maksudkan ialah semua akan mencari seekor domba yang hilang, kenyataannya Ia berbicara mengenai apa yang tidak akan dilakukan oleh banyak orang. Tetapi yang menarik, cerita itu memaksa pendengar menyetujui. Sekejap kita diajak masuk ke dalam dunia Allah, melihat dan bertindak seperti Dia.[9]
Dalam perumpamaan itu, kita dapat melihat sikap dari sang gembala setelah ia menemukan domba yang hilang. Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan (Luk 15:6). Ungkapan ini adalah ungkapan Allah sendiri. Allah tidak ingin menyimpan kegembiraan-Nya untuk diri-Nya sendiri. Dia ingin setiap orang mengambil bagian dalam kegembiraan itu. Sukacita Allah adalah sukacita para malaikat dan orang kudus; sukacita semua penghuni Kerajaan Surga.[10] Pada akhir Perjanjian Baru, kemenangan Allah yang terakhir digambarkan sebagai perjamuan kawin yang mewah, “Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba. Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba.”[11]
Allah bersukacita bukan karena persoalan-persoalan dunia telah dipecahkan, bukan karena derita manusia telah berakhir, juga bukan karena ribuan orang telah bertobat. Allah bersukacita karena domba-Nya yang hilang telah kembali, sebuah perumpamaan akan kembalinya seorang yang bertobat. Kasih-Nya yang begitu besar telah mengalahkan dosa-dosa manusia dan karena itulah Allah dimuliakan kini dan sepanjang masa.
Yesus mengutus murid-Nya
Perumpamaan tentang domba tidak ada habisnya bahkan ketika Yesus telah bangkit. Dalam perjumpaannya dengan Petrus Yesus pun memberikan perintah kepada Petrus dengan mengutusnya menjadi seorang gembala dengan perkataan Gembalakanlah domba-domba- Ku. (Yoh 21: 16). Dari sini kita bisa melihat bahwa Tuhan ingin mewartakan Kerajaan Allah dengan model hubungan antara Gembala dengan domba. Gembala di sini adalah Yesus sendiri — Sang Gembala sejati — dan para murid, sedangkan domba adalah umat Allah yang merindukan akan kasih sayang Tuhan.
Para penulis Injil mau menggambarkan dengan jelas bahwa keselamatan Tuhan dengan kehadiran-Nya di dunia sebagaimana berada dalam diri Yesus sendiri, dalam kebaikan-Nya ditujukan untuk orang yang miskin dan malang, untuk orang berdosa dan terbuang, yang dianalogikan sebagai domba-domba itu. Pernyataan kasih Tuhan sebagai seorang gembala diturunkan kepada para murid lewat perutusan yang diwakili oleh Petrus sendiri sebagai Paus (Pemimpin tertinggi Gereja Katolik) yang pertama.
Di sinilah kita bisa melihat peran dari domba itu sendiri. Banyak hal yang bisa kita refleksikan dari seekor domba. Tuhan Yesus mau memberikan perumpamaan bahwa domba adalah hewan yang lemah dan tidak berdaya, namun lewat itulah Tuhan mau menyampaikan kebesaran kasih-Nya yang nyata. Sekarang giliran kita yang ditantang untuk menjadi gembala-gembala dalam misi keselamatan Allah sendiri untuk menyelamatkan domba-domba yang hilang agar kembali kepada-Nya. Kita bahkan ditantang untuk menjadi seperti Yesus sendiri, menjadi Anak Domba yang menyerahkan nyawa seutuhnya dalam karya keselamatan Allah di dunia. Mau?


SUMBER BACAAN
1.      Lembaga Alkitab Indonesia. 1993. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia
2.      Keene, Michael. 2007. Yesus.Yogyakarta:Kanisius
3.      Bergant, Dianne. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius
4.      Nouwen, Henri, J.M. 1995. Kembalinya Si Anak Hilang. Yogyakarta
5.      Jacobs, Tom, SJ. 1982. Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta
6.      Sagala, Mangapul. Memahami Makna Natal. http://gkpb.wordpress.com/2009/01/05/memahami-makna-natal/
8.      http://www.ebahana.com ,


[1] Keene, Michael. 2007. Yesus.Yogyakarta:Kanisius. Hal 6
[2] Keene, Michael. 2007.Hlm.6
[3] Keene, Michael.Yesus.Yogyakarta:Kanisius. Hlm.125
[4] http://www.ebahana.com , diunduh tangga 8 Desember 2010
[5] http://id.wikipedia.org/wiki , diunduh tanggal 8 Desember 2010
[6] Heuken,Adolf, SJ.2005.Ensiklopedi Gereja-Jilid I. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
[7] http://gema.sabda.org/ , diunduh tanggal 8 Desember 2010
[8] Jacobs, Tom, SJ. 1982. Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
[9] Bergant, Dianne. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hlm.143.
[10] Nouwen, Henri, J.M. 1995. Kembalinya Si Anak Hilang. Yogyakarta:Kanisius.Hlm.132
[11] Nouwen, Henri, J.M. 1995.Hlm.132

Tidak ada komentar:

Posting Komentar